Pada tahun 2023, masyarakat Indonesia telah menyaksikan beberapa peristiwa langit yang sangat istimewa. Salah satunya adalah Gerhana Matahari Hibrida yang akan disertai oleh Gerhana Total dan akan melintasi bagian tertentu dari wilayah Maluku dan Papua.
Gerhana
Musim gerhana tahun 2023 akan mencakup empat peristiwa gerhana, terdiri dari dua gerhana bulan dan dua gerhana matahari. Musim gerhana pertama akan dimulai pada bulan April dan terdiri dari Gerhana Matahari Hibrida serta Gerhana Bulan Penumbra, sementara musim gerhana kedua pada bulan Oktober akan mencakup Gerhana Matahari Cincin dan Gerhana Bulan Sebagian.
- 20 April – Gerhana Matahari Hibrida
Musim gerhana pertama tahun 2023 akan diawali dengan Gerhana Matahari Hibrida yang terjadi pada tanggal 20 April 2023.
Gerhana hibrida merupakan perpaduan antara dua jenis gerhana, yaitu gerhana matahari cincin dan gerhana matahari total. Gerhana Matahari Hibrida ini akan memulai fase gerhana sebagai Gerhana Matahari Cincin di atas Samudera Hindia dan kemudian bergerak ke utara menuju Australia. Sebelum mencapai wilayah Australia, Gerhana Matahari Cincin akan berubah menjadi Gerhana Matahari Total. Jalur gerhana matahari total akan melewati berbagai wilayah seperti Exmouth di Australia Barat, Viqueque dan Lautem di Timor Leste, Pulau Kisar dan Pulau Maopora di Maluku Barat Daya, Kepulauan Watubela di Maluku Tengah, sebagian wilayah Papua Barat, serta Biak di Papua. Gerhana ini akan berakhir sebagai Gerhana Matahari Cincin di wilayah Mikronesia, Samudera Pasifik.
Pengamatan pertama dari fase gerhana sebagian akan dimulai pada pukul 08:34 WIB, dan pengamatan terakhir dari fase ini akan berakhir sekitar pukul 13:59 WIB. Fase gerhana total akan mulai terlihat pada pukul 09:37 WIB dan berakhir pada pukul 12:56 WIB. Puncak dari Gerhana Matahari Hibrida, yaitu fase Gerhana Matahari Total terlama, akan terjadi di atas Laut Timor dengan jarak sekitar 51 km di tenggara Pulau Timor. Fase ini akan berlangsung selama 1 menit 16 detik, dimulai pada pukul 11:16 WIB, dengan lebar wilayah totalitas mencapai 49 km.
Untuk informasi lebih detail mengenai Gerhana Matahari Hibrida 2023, Anda dapat mengunjungi situs web Gerhana.Info.
- 5-6 Mei – Gerhana Bulan Penumbra
Gerhana Bulan Penumbra pada tanggal 5-6 Mei menjadi peristiwa gerhana bulan pertama dalam musim gerhana 2023. Dua minggu setelah gerhana matahari, para pengamat di Indonesia akan dapat menyaksikan seluruh proses Gerhana Bulan Penumbra yang terjadi mulai tanggal 5 Mei hingga dini hari tanggal 6 Mei.
Waktu gerhana, Bulan tidak akan menghilang sepenuhnya dari langit malam. Identifikasi apakah Bulan mengalami gerhana atau hanya merupakan Bulan Purnama biasa mungkin agak sulit. Bulan akan tampak sedikit lebih gelap atau kurang terang. Pada Gerhana Bulan Penumbra, Bulan akan memasuki bayangan penumbra Bumi dan tetap menerima sedikit sinar matahari yang akan dipantulkannya. Kontak pertama dengan bayangan penumbra akan terjadi pada tanggal 5 Mei pukul 22:14 WIB, dan fase gerhana ini akan berakhir pada tanggal 6 Mei pukul 02:31 WIB. Puncak gerhana akan terjadi pada pukul 00:22 WIB tanggal 6 Mei.
Peristiwa Gerhana Bulan Penumbra ini dapat diamati dari seluruh wilayah Indonesia.
- 14-15 Oktober -Gerhana Matahari Cincin
Gerhana Matahari kedua dan terakhir tahun 2023 akan terjadi pada tanggal 14 Oktober. Musim gerhana ini dimulai dengan Gerhana Matahari Cincin, yang hanya akan terlihat dari wilayah Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Jalur gerhana cincin akan melintasi bagian barat Amerika Serikat, Amerika Tengah, Kolombia, dan Brasil.
Gerhana Matahari Cincin ini akan dimulai pada pukul 22:03 WIB dan akan berakhir pada pukul 03:55 WIB.
- 28-29 Oktober - Gerhana Bulan Sebagian
Sebelum tahun 2023 berakhir, akan ada peristiwa Gerhana Bulan Sebagian yang menarik di langit malam. Gerhana ini akan terlihat dari wilayah Amerika Timur, Eropa, Afrika, Asia, dan Australia, serta akan dapat diamati oleh para pengamat di Indonesia.
Pengamat di Indonesia akan dapat menyaksikan Gerhana Bulan Sebagian pada tanggal 28 Oktober, mulai dari tengah malam hingga menjelang fajar. Gerhana akan berlangsung dari pukul 01:01 hingga 05:26 WIB, dengan fase gerhana sebagian berlangsung dari pukul 02:35 hingga 03:52 WIB. Puncak gerhana akan terjadi pada dini hari tanggal 29 Oktober pukul 03:14 WIB.
Seluruh wilayah di Indonesia dapat menyaksikan peristiwa Gerhana Bulan Sebagian ini. Namun, di wilayah Papua, Bulan akan terbenam saat masih dalam fase gerhana sebagian atau menjelang akhir fase gerhana sebagian. Di wilayah Maluku, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan, dan sebagian Jawa, gerhana akan berakhir selama tahap akhir gerhana sebagian dan gerhana penumbra. Beberapa wilayah di Jawa Barat dan Sumatera akan dapat menyaksikan seluruh proses gerhana.
Tetaplah mengikuti sumber-sumber astronomi lokal untuk informasi yang lebih akurat serta panduan untuk pengamatan peristiwa-peristiwa langit ini.
Planet
- 4 Januari - Titik Terdekat dengan Matahari (Perihelion)
Bumi beredar mengelilingi Matahari dalam sebuah jalur elips. Ini berarti bahwa terdapat saat-saat di mana Bumi berada pada titik paling dekatnya dengan Matahari dan saat lainnya di mana Bumi berjarak jauh dari Matahari. Pada tanggal 4 Januari, Bumi mencapai titik terdekatnya dengan Matahari pada jarak 0,9833 Satuan Astronomi (SA), atau sekitar 147.105.052 km dari Matahari.
- 23 Januari - Venus - Saturnus
Planet Venus dan Saturnus hanya berjarak 0,3º satu sama lain dan dapat diamati di rasi bintang Capricornus setelah Matahari terbenam hingga pukul 19:35 WIB, ketika Saturnus tenggelam, diikuti oleh Venus pada pukul 19:39 WIB. Ketika Matahari terbenam, Venus dan Saturnus akan terlihat pada ketinggian sekitar 16º di atas horison barat.
- 2 Maret - Venus - Jupiter
Planet Venus berjarak hanya 0,5º di utara Jupiter. Kedua planet ini akan terlihat pada ketinggian sekitar 22º di atas horison saat Matahari terbenam dan dapat diamati di rasi Pisces hingga keduanya tenggelam pada pukul 19:53 WIB.
- 8 Mei - Mars -Pollux
Mars berada di rasi bintang Gemini dan hanya berjarak 5º dari Pollux, sebuah bintang terang di rasi bintang kembar. Keduanya dapat diamati setelah Matahari terbenam hingga pukul 22:13 WIB.
- 29 Mei - Venus -Pollux
Setelah Mars, giliran Venus berdekatan dengan Pollux dengan jarak 5º. Keduanya dapat diamati setelah Matahari terbenam hingga pukul 20:50 WIB.
- 1 Juli -Venus- Mars
Venus dan Mars akan berdekatan sangat dekat dengan jarak 3,5º di arah barat setelah Matahari terbenam. Keduanya akan berada pada ketinggian sekitar 40º saat Matahari terbenam. Kedua planet ini dapat diamati di rasi Leo hingga keduanya tenggelam. Venus akan tenggelam pada pukul 20:38 WIB, diikuti oleh Mars pada pukul 20:53 WIB.
- 6 Juli - Titik Terjauh dengan Matahari (Aphelion)
Bumi beredar mengelilingi Matahari dalam sebuah jalur elips. Ini berarti bahwa terdapat saat-saat di mana Bumi berada pada titik paling dekatnya dengan Matahari dan saat lainnya di mana Bumi berjarak jauh dari Matahari. Pada tanggal 4 Juli, Bumi mencapai titik terjauhnya dengan Matahari pada jarak 1.0167 Satuan Astronomi (SA), atau sekitar 152.098.455 km dari Matahari.
- 10 Juli - Mars - Regulus
Mars berada di rasi bintang Leo dan hanya berjarak 0,6º dari Regulus, sebuah bintang terang di rasi singa. Keduanya dapat diamati setelah Matahari terbenam hingga pukul 22:39 WIB, ketika keduanya tenggelam bersama.
16 Juli — Venus – Regulus
Venus berada di rasi bintang Leo dan hanya berjarak 3,3º dari Regulus, dan dapat diamati setelah Matahari terbenam hingga keduanya tenggelam. Venus akan tenggelam pada pukul 20:04 WIB, diikuti oleh Regulus pada pukul 20:16 WIB.
- 26 Juli- Merkurius -Venus
Pasangan planet ini akan terlihat berdekatan dengan jarak 5º di arah barat setelah Matahari terbenam. Keduanya akan berada pada ketinggian sekitar 20º saat Matahari terbenam dan dapat diamati di rasi Leo hingga tenggelam. Merkurius akan tenggelam pada pukul 19:22 WIB, diikuti oleh Venus tiga menit kemudian pada pukul 19:25 WIB.
- 29 Juli - Merkurius - Regulus
Merkurius akan bertemu dengan Regulus di rasi bintang Leo dan hanya berjarak 0,1º. Keduanya dapat diamati setelah Matahari terbenam hingga pukul 19:24 WIB, ketika Regulus tenggelam, diikuti oleh Merkurius pada pukul 19:27 WIB.
- 13 Agustus - Merkurius - Mars
Merkurius akan bertemu dengan Mars di rasi bintang Leo dengan jarak 4,7º dan dapat diamati setelah Matahari terbenam. Merkurius akan tenggelam pada pukul 19:31 WIB, diikuti oleh Mars pada pukul 19:48 WIB.
- 27 Agustus - Oposisi Saturnus
Planet yang dikenal dengan cincin indahnya akan berada pada posisi terdekat dengan Bumi pada tanggal 27 Agustus. Pada saat oposisi, Saturnus akan berjarak sekitar 8,76 SA dari Bumi dengan diameter cakram sekitar 19 detik busur. Saturnus akan mencapai posisi tertingginya pada pukul 23:51 WIB dengan ketinggian sekitar 85º.
Jangan sampai melewatkan momen ini! Saturnus, yang berada di rasi bintang Aquarius, akan tampak lebih terang dibandingkan waktu lain dengan kecerlangan 0,4 magnitudo. Manfaatkan teleskop dan kamera Anda untuk mengabadikan planet dengan cincin ini. Cincin Saturnus akan terlihat condong sekitar 9º terhadap garis pandang pengamat.
Bagi para pengamat di Bumi, Saturnus dapat diamati mulai dari Matahari terbenam hingga fajar.
- 19 September - Oposisi Neptunus
Mengamati planet es biru ini tidaklah mudah. Tanggal 19 September menandai saat Neptunus berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi. Saat oposisi, Neptunus akan berjarak sekitar 28,90 SA dengan kecerlangan 7,8 magnitudo di rasi bintang Pisces. Untuk melihat planet es ini, persiapkan teleskop Anda dan jangan kecewa jika Anda hanya menemukan Ne
ptunus sebagai titik biru di dalam teleskop Anda. Pada saat oposisi, Neptunus akan tampak sedikit lebih besar dengan diameter cakram sekitar 2,4 detik busur.
Bagi para pengamat di Bumi, Neptunus dapat diamati dengan teleskop mulai dari Matahari terbenam hingga fajar.
- 9 Oktober - Venus - Regulus
Venus berada di rasi bintang Leo dengan jarak 2,3º dari Regulus, dan dapat diamati sebelum Matahari terbit. Venus akan terbit pada pukul 02:49 WIB, diikuti oleh Regulus pada pukul 02:55 WIB. Keduanya dapat diamati hingga pukul 05:31 WIB ketika Matahari terbit di timur.
- 3 November - Oposisi Jupiter
Planet terbesar dalam Tata Surya ini akan berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi dan akan tampak sangat terang di langit malam. Pada saat oposisi, Jupiter akan berjarak sekitar 3,98 SA dari Bumi dengan diameter cakram sekitar 48,4 detik busur. Para pengamat dapat menikmati kehadiran Jupiter di rasi bintang Aries dengan kecerlangan -2,9 magnitudo mulai dari Matahari terbenam hingga fajar menyingsing. Pengamat juga dapat mengamati satelit-satelit galilean yang mengelilingi planet raksasa ini.
Bagi para pengamat di Bumi, Jupiter dapat diamati mulai dari Matahari terbenam hingga fajar.
- 14 November - Oposisi Uranus
Uranus, planet es raksasa, akan berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi, yaitu sekitar 18,63 SA. Planet yang berputar secara menggelinding ini akan tampak unik sebagai titik warna biru kehijauan di dalam teleskop. Untuk menemukannya, arahkan teleskop Anda ke rasi bintang Aries. Pada saat oposisi, Uranus berada di rasi bintang Aries dengan kecerlangan 5,7 magnitudo dan diameter cakram sekitar 3,8 detik busur.
Uranus dapat diamati mulai dari Matahari terbenam hingga fajar menyingsing.
- 17 November - Merkurius – Antares
Merkurius akan bertemu dengan Antares di rasi bintang Scorpius dan hanya berjarak 2,5º. Keduanya dapat diamati setelah Matahari terbenam hingga pukul 18:49 WIB, ketika Merkurius tenggelam, diikuti oleh Antares dua menit kemudian.
- 29 November — Venus – Spica
Venus berada di rasi bintang Virgo dengan jarak 4,2º dari Spica, dan dapat diamati sebelum Matahari terbit. Spica akan terbit pada pukul 02:40 WIB, diikuti oleh Venus pada pukul 02:44 WIB. Keduanya dapat diamati hingga pukul 05:23 WIB ketika Matahari terbit di timur.
Ekuinoks & Solstis
- 21 Maret – Ekuinoks
Pada tanggal 21 Maret, Matahari berada pada posisi ekuinoks, tepat di atas garis khatulistiwa. Durasi siang dan malam menjadi sama, masing-masing berlangsung selama 12 jam. Bagi penduduk di belahan bumi utara, tanggal 21 Maret menandai Ekuinoks Vernal atau awal musim semi. Di belahan bumi selatan, ekuinoks pada bulan Maret menandai Ekuinoks Musim Gugur, menandakan awal musim gugur.
Ekuinoks Vernal akan terjadi pada tanggal 21 Maret pukul 04:24 WIB, dengan Matahari berada di rasi Pisces.
- 21 Juni – Solstis (Solstis Musim Panas – Belahan Utara; Solstis Musim Dingin – Belahan Selatan)
Tanggal 21 Juni menandai solstis musim panas bagi penduduk di Belahan Bumi Utara dan solstis musim dingin bagi penduduk di Bumi Belahan Selatan. Selain itu, bagi penduduk di belahan selatan, ini adalah malam terpanjang, sementara bagi mereka yang berada di utara, ini adalah siang terpanjang.
Solstis musim panas akan terjadi pada tanggal 21 Juni pukul 21:57 WIB, dengan Matahari berada di rasi Taurus.
- 23 September – Ekuinoks
Pada tanggal 23 September, Matahari berada pada posisi ekuinoks, tepat di atas garis khatulistiwa. Durasi siang dan malam menjadi sama, masing-masing berlangsung selama 12 jam. Bagi penduduk di belahan bumi utara, tanggal 23 September menandai Ekuinoks Musim Gugur atau awal musim gugur. Di belahan bumi selatan, ekuinoks pada bulan September menandai Ekuinoks Vernal atau awal musim semi.
Ekuinoks Musim Gugur akan terjadi pada tanggal 23 September pukul 13:49 WIB, dengan Matahari berada di rasi Virgo.
- 21 Desember – Solstis (Solstis Musim Dingin – Belahan Utara; Solstis Musim Panas – Belahan Selatan)
Tanggal 21 Desember menandai solstis musim dingin bagi penduduk di Belahan Bumi Utara dan solstis musim panas bagi penduduk di Bumi Belahan Selatan. Selain itu, bagi penduduk di belahan selatan, ini adalah siang terpanjang, sementara bagi mereka yang berada di utara, ini adalah malam terpanjang.
Solstis musim dingin akan terjadi pada tanggal 22 Desember pukul 10:27 WIB, dengan Matahari berada di rasi Sagittarius.
Hujan Meteor
- 3 – 4 Januari – Fenomena Hujan Meteor Quadrantid
Tahun 2023 akan dimulai dengan pertunjukan fenomena hujan meteor Quadrantid di langit dari tanggal 26 Desember hingga 14 Januari. Puncak fenomena hujan meteor Quadrantid akan terjadi pada tanggal 3 – 4 Januari 2023, terlihat muncul dari rasi Bootes yang muncul pada pukul 02:43 WIB di arah timur laut. Pada saat yang sama, Bulan dalam fase Bulan Cembung akan terbenam pada kisaran pukul 02:24 WIB pada tanggal 3 Januari dan 03:11 WIB pada tanggal 4 Januari. Oleh karena itu, para pengamat dapat menikmati fenomena hujan meteor Quadrantid tanpa terganggu oleh cahaya Bulan.
Berbeda dengan hujan meteor lainnya, intensitas puncak fenomena hujan meteor Quadrantid hanya berlangsung beberapa jam saja. Sumber dari hujan meteor Quadrantid berasal dari puing-puing Komet Wirtanen yang bertabrakan dengan Bumi pada tahun 1974. Pada malam puncak, para pengamat dapat mengamati sekitar 121 meteor per jam yang bergerak dengan kecepatan 41 km/detik. Namun, untuk pengamat di belahan Bumi Selatan, fenomena hujan meteor Quadrantid tidak sebaik bagi pengamat di Belahan Utara, dan jumlah meteor yang terlihat juga lebih sedikit.
- 22 – 23 April – Penampilan Hujan Meteor Lyrid
Fenomena hujan meteor Lyrid yang berasal dari debu ekor komet Thatcher C/1861 G1 akan mencapai puncak pada tanggal 23 April. Setiap tahun, fenomena hujan meteor Lyrid berlangsung dari tanggal 15 – 29 April dan dapat diamati setelah rasi Lyra, tempat arah datangnya hujan meteor ini, terbit pada pukul 22:08 WIB. Karena rasi Lyra sudah terbit sebelum Bulan terbit, waktu terbaik untuk pengamatan adalah dari tengah malam ketika arah datang Lyrid sudah berada pada ketinggian sekitar 30º di atas horison.
Pada saat intensitas fenomena hujan meteor Lyrid mencapai puncak, para pengamat hanya akan melihat sekitar 18 meteor per jam yang bergerak dengan kecepatan 49 km/detik.
- 5-6 Mei – Fenomena Hujan Meteor Eta Aquarid
Berlangsung dari tanggal 15 April hingga 27 Mei, fenomena hujan meteor Eta Aquarid yang berasal dari sisa-sisa komet Halley akan mencapai puncak pada tanggal 6 Mei. Fenomena hujan meteor ini akan terlihat datang dari rasi Aquarius dan bisa diamati mulai dari tengah malam hingga menjelang fajar setelah rasi Aquarius terbit pada pukul 01:24 WIB.
Pada malam puncak, para pengamat seharusnya dapat melihat sekitar 60 meteor yang berasal dari sisa-sisa komet Halley setiap jam dengan kecepatan 66,9 km/detik. Namun, cahaya Bulan Purnama yang terang sepanjang malam akan menjadi faktor yang menghalangi pengamatan fenomena hujan meteor ini.
- 29 Juli — Fenomena Hujan Meteor Piscis Austrinid
Fenomena hujan meteor Piscis Austrinid akan menjadi fenomena hujan meteor pertama yang mencapai puncak aktivitas di bulan Juli dengan intensitas maksimum sekitar 5 meteor setiap jam. Fenomena hujan meteor ini berlangsung mulai tanggal 15 Juli hingga 10 Agustus dan terlihat datang dari rasi Piscis Austrinus dengan kecepatan sekitar 35 km/detik.
Fenomena hujan meteor Piscis Austrinid dapat diamati mulai pukul 19:52 WIB hingga fajar. Bulan Cembung baru akan terbenam pada pukul 03:14 WIB. Oleh karena itu, para pengamat baru bisa melihat fenomena hujan meteor ini tanpa terganggu oleh cahaya Bulan mulai dari tengah malam hingga fajar.
- 30-31 Juli – Fenomena Hujan Meteor Delta Aquarid Selatan
Fenomena hujan meteor Delta Aquarid Selatan berasal dari pecahan komet Marsden dan Kracht Sungrazing. Sama seperti eta Aquarid, fenomena hujan meteor delta Aquarid Selatan berlangsung dari tanggal 18 Juli hingga 21 Agustus dan terlihat datang dari rasi Aquarius. Fenomena hujan meteor ini akan mencapai puncaknya pada tanggal 30 Juli dengan sekitar 25 meteor per jam dan kecepatan sekitar 41 km/detik.
Fenomena hujan meteor Aquarid Selatan sudah dapat diamati mulai pukul 19:44 WIB hingga fajar. Cahaya Bulan akan menjadi faktor yang mengganggu karena Bulan Cembung baru akan terbenam pada pukul 04:19 WIB.
- 30-31 Juli – Fenomena Hujan Meteor Alpha Capricornid
Selain delta Aquarid Selatan dan Piscis Austrinid, fenomena hujan meteor alpha Capricornid akan mencapai puncaknya pada tanggal 30 Juli. Fenomena hujan meteor ini berlangsung mulai tanggal 7 Juli hingga 15 Agustus dan terlihat datang dari arah rasi Capricorn yang berasal dari komet 45P Honda-Mrkos-Pajdusakova. Dugaan lain adalah bahwa sumber hujan meteor ini berasal dari asteroid 2002 EX12 yang kemudian menjadi dikenal sebagai komet 169P/NEAT.
Puncak fenomena hujan meteor Capricornid akan terjadi pada tanggal 30 Juli dengan laju sekitar 5 meteor per jam. Namun, biasanya ada bola api yang terbentuk dan melintas di langit malam. Rasi Capricorn sudah terbit sejak Matahari terbenam, dan para pengamat dapat menikmati fenomena hujan meteor alpha Capricornid sepanjang malam hingga fajar. Cahaya Bulan akan menjadi faktor yang mengganggu karena Bulan Cembung baru akan terbenam pada pukul 04:19 WIB.
- 13 Agustus – Fenomena Hujan Meteor Perseid
Fenomena hujan meteor Perseid yang berasal dari debu komet Swift-Tuttle akan berlangsung mulai tanggal 14 Juli hingga 1 September dan mencapai puncaknya pada tanggal 13 Agustus. Pada malam puncak, diperkirakan ada sekitar 100 meteor yang akan melewati langit setiap jam, terlihat datang dari rasi Perseus. Bagi tempat pengamatan yang minim polusi cahaya, para pengamat dapat menyaksikan sekitar 50-75 meteor setiap jam.
Rasi Perseus baru akan terbit pada tengah malam sekitar pukul 00:16 WIB dari arah timur laut. Bulan sabit yang terbit pada dini hari pukul 03:30 WIB tidak akan menjadi faktor yang mengganggu dalam mengamati fenomena hujan meteor ini.
- 9 Oktober — Fenomena Hujan Meteor Draconid
Fenomena hujan meteor minor Draconid akan berlangsung mulai tanggal 6 hingga 10 Oktober, dengan puncaknya terjadi pada tanggal 9 Oktober dan laju sekitar 10 meteor per jam. Sumber hujan meteor Draconid berasal dari sisa debu komet 21P Giacobini-Zinner. Fenomena hujan meteor ini dapat diamati setelah Matahari terbenam hingga rasi Draco yang menjadi radian hujan meteor ini terbenam pada pukul 21:32 WIB.
Mencari rasi ini bisa sedikit sulit karena posisinya yang cukup rendah di horison. Bulan baru terbit pada pukul 01:47 WIB, jadi disarankan untuk mencari lokasi pengamatan yang minim polusi cahaya saat berburu fenomena hujan meteor Draconid.
- 10-11 Oktober – Fenomena Hujan Meteor Taurid Selatan
Fenomena hujan meteor Taurid Selatan berasal dari butiran debu asteroid 2004 TG10 dan sisa debu Komet 2P Encke, berlangsung mulai tanggal 28 September hingga 2 Desember, dan biasanya tidak menghasilkan lebih dari 5 meteor per jam. Fenomena hujan meteor Taurid Selatan dikenal kaya akan bola api.
Puncak fenomena hujan meteor ini yang terlihat datang dari rasi Taurus akan terjadi pada tanggal 10 Oktober, hanya dengan laju sekitar 5 meteor per jam dan kecepatan 28 km/detik. Fenomena hujan meteor Taurid Selatan sudah dapat diamati setelah Matahari terbenam saat rasi Taurus juga terbit di arah timur pada pukul 19:04 WIB hingga menjelang fajar saat rasi ini akan terbenam di barat. Bulan baru akan terbit pada pukul 02:30 WIB.
- 21 Oktober – Fenomena Hujan Meteor Orionid
Fenomena hujan meteor Orionid yang berasal dari sisa debu komet Halley akan kembali menghiasi langit malam dari tanggal 26 September hingga 22 November. Sesuai dengan namanya, fenomena hujan meteor Orionid terlihat datang dari rasi Orion si Pemburu dan mencapai puncak pada tanggal 20-21 Oktober.
Pada saat malam puncak, fenomena hujan meteor Orionid akan menghasilkan sekitar 25 meteor per jam dengan kecepatan 66 km/detik. Radiannya akan terbit pada pukul 22:16 WIB dan para pengamat dapat menikmati fenomena ini hingga menjelang fajar. Bulan baru akan terbenam pada tengah malam saat rasi Orion sudah cukup tinggi di langit malam. Dengan kata lain, pengamatan fenomena hujan meteor Orionid dapat dilakukan tanpa terganggu oleh cahaya Bulan mulai dari tengah malam.
- 11-12 November – Fenomena Hujan Meteor Taurid Utara
Fenomena hujan meteor Taurid Utara juga terlihat datang dari rasi Taurus dan berlangsung mulai tanggal 13 Oktober hingga 2 Desember dengan puncak terjadi pada tanggal 12 November. Pada malam puncak, fenomena hujan meteor Taurid Utara akan menghiasi langit dengan sekitar 5 meteor per jam dan kecepatan 29 km/jam.
Rasi Taurus akan terbit setelah Matahari terbenam pada pukul 18:26 WIB dan dapat diamati hingga menjelang fajar. Sementara itu, Bulan dalam fase Bulan Baru tidak akan berdampak pada pengamatan fenomena hujan meteor ini.
Perpaduan fenomena hujan meteor Taurid Utara dan Taurid Selatan yang masih berlangsung pada akhir Oktober hingga awal November menjadi pemandangan menarik di langit. Terlebih lagi, dengan adanya kehadiran bola api.
- 17 – 18 November – Fenomena Hujan Meteor Leonid
Fenomena hujan meteor Leonid tahunan akan berlangsung mulai tanggal 3 November hingga 2 Desember. Intensitas puncak akan terjadi pada tanggal 17 – 18 November. Para pengamat yang berburu hujan meteor Leonid dapat menikmati sekitar 15 meteor per jam yang bergerak dengan kecepatan 71 km/detik. Fenomena hujan meteor Leonid berasal dari sisa debu komet Tempel-Tuttle dan terlihat datang dari arah rasi Leo. Pengamat di Bumi hanya dapat menyaksikan sekitar 100 meteor Leonid per jam saat komet ini kembali mendekati Bumi pada tahun 2031 dan 2064. Kemungkinan juga akan terjadi badai meteor Leonid pada tahun 2099.
Rasi Leo baru akan terbit pada tengah malam sekitar pukul 00:20 WIB. Bulan sudah terbenam ketika Leonid terbit, sehingga para pengamat hanya perlu mencari lokasi pengamatan dengan sedikit polusi cahaya.
- 21 November – Fenomena Hujan Meteor Alpha-Monocerotid
Fenomena hujan meteor alpha-Monocerotid akan berlangsung mulai tanggal 15 hingga 25 November dan mencapai puncak pada tanggal 21 November. Fenomena hujan meteor yang terlihat datang dari rasi Canis Minor ini memiliki laju meteor per jam yang bervariasi saat mencapai puncak. Namun demikian, para pengamat masih dapat mengamati setidaknya 5 meteor per jam pada malam puncak fenomena ini.
Fenomena hujan meteor alpha-Monocerotid berasal dari sisa puing-puing komet C/1917 F1 (Mellish) dan dapat diamati mulai pukul 21:36 WIB ketika rasi Canis Minor terbit hingga fajar. Bulan dalam fase perbani awal akan terbenam pada tengah malam, dan waktu terbaik untuk berburu fenomena hujan meteor ini adalah saat rasi Canis Minor berada pada ketinggian sekitar 30º di atas langit tengah malam.
- 2 Desember — Fenomena Hujan Meteor Phoenicid
Fenomena hujan meteor Phoenicid berlangsung mulai tanggal 28 November hingga 9 Desember dan mencapai puncak pada tanggal 2 Desember. Fenomena hujan meteor yang terlihat datang dari rasi Phoenix ini memiliki laju meteor per jam yang bervariasi saat mencapai puncak. Namun demikian, para pengamat masih dapat mengamati setidaknya 12 meteor per jam pada malam puncak fenomena ini.
Fenomena hujan meteor Phoenicid berasal dari sisa puing-puing komet D/1819 W1 (Blanpain) dan dapat diamati sejak Matahari terbenam hingga sekitar pukul 02:44 WIB. Waktu terbaik untuk mengamati puncak fenomena hujan meteor Phoenicid adalah pada pukul 20:00 WIB saat titik arah datang meteor berada pada titik tertinggi di langit.
Cahaya Bulan dapat menjadi faktor gangguan di langit, dengan 78% permukaan teriluminasi saat Bulan terbit pada pukul 22:19 WIB.
- 7 Desember — Fenomena Hujan Meteor Puppid-Velids
Fenomena hujan meteor Puppid-Velids berlangsung mulai tanggal 1 hingga 15 Desember dan mencapai puncak pada tanggal 7 Desember. Fenomena hujan meteor yang terlihat datang dari rasi Puppis ini memiliki laju sekitar 10 meteor per jam saat mencapai puncak.
Fenomena hujan meteor Puppid-Velids baru dapat diamati setelah rasi Puppis terbit pada pukul 20:27 WIB dan dapat diamati hingga fajar. Waktu terbaik untuk mengamati puncak fenomena hujan meteor Puppid-Velids adalah pada pukul 03:00 WIB saat titik arah datang meteor berada pada titik tertinggi di langit. Bulan yang baru melewati fase perbani akhir akan terbit pada tengah malam.
- 13-14 Desember – Fenomena Hujan Meteor Geminid
Fenomena hujan meteor Geminid akan menjadi atraksi menarik di langit malam dengan sekitar 150 meteor per jam pada saat mencapai puncak.
Fenomena hujan meteor yang terlihat datang dari rasi kembar Gemini ini berlangsung mulai tanggal 19 November hingga 24 Desember dengan intensitas puncak terjadi pada tanggal 14 Desember. Fenomena hujan meteor Geminid berasal dari sisa puing-puing asteroid 3200 Phaethon, yang melaju dengan kecepatan sekitar 35 km/detik. Pengamat dapat menikmati fenomena ini setelah rasi Gemini terbit pada pukul 20:03 WIB. Bulan baru akan terbenam pada pukul 19:28 WIB, sekitar 35 menit sebelum radiannya Geminid terbit.
- 21-22 Desember – Fenomena Hujan Meteor Ursid
Fenomena hujan meteor Ursid akan menjadi atraksi terakhir pada tahun 2021. Fenomena hujan meteor Ursid berlangsung mulai tanggal 13 hingga 24 Desember dan terlihat datang dari rasi Ursa Minor. Ini berarti bahwa hanya pengamat di belahan Bumi Utara atau di atas garis khatulistiwa yang dapat menikmati jejak meteor Ursid.
Rasi Ursa Minor akan terbit pada tengah malam bagi pengamat di belahan Bumi Utara. Untuk pengamat di belahan Bumi Selatan, rasi Ursa Minor akan terbit hampir bersamaan dengan terbitnya Matahari. Oleh karena itu, fenomena hujan meteor Ursid tidak akan dapat diamati oleh pengamat yang tinggal di bawah garis khatulistiwa.
Puncak fenomena hujan meteor Ursid terjadi pada tanggal 21-22 Desember 2023, dan meteor yang melintas di langit akan bergerak dengan kecepatan 33 km/jam. Saat mencapai intensitas maksimum, para pengamat hanya akan melihat sekitar 10 meteor per jam. Cahaya Bulan baru yang hanya memiliki iluminasi 1% pada saat itu akan memberikan kondisi ideal untuk pengamatan fenomena hujan meteor Ursid.
Harap dicatat bahwa kondisi cuaca di lokasi pengamatan dapat mempengaruhi kemampuan untuk melihat fenomena hujan meteor. Selalu periksa ramalan cuaca sebelum berburu hujan meteor dan pastikan Anda berada di lokasi dengan sedikit polusi cahaya untuk mendapatkan pengalaman pengamatan yang optimal.
Sumber: dikutif dari berbagai sumber.